Thursday, November 10, 2011

Hukum Perniagaan Internasional



I.             KONTRAK DAGANG
1.      CISG (The United Nations Convention on Contracts for The international Sale of Goods)
CISG ini ditandatangani di Wina pada tanggal 11 April 1980 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1988. Konvensi ini bertujuan untuk meningkatkan perdagangan internasional atas dasar kesamaan derajad dan kemanfaatan bersama. Konvensi ini terbagi dalam empat bagian, yaitu :
a.       Bagian Pertama, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan:
-          lingkup penerapan
-          kebebasan para pihak
-          penafsiran atas perjanjian, kebiasaan-kebiasaan
-          bentuk perjanjian
b.      Bagian Kedua, berisikan ketentuan-ketentuan yang mengatur pembentukan perjanjian-perjanjian jual beli internasional
c.       Bagian Ketiga, mengatur mengenai:
-          kewajiban pembeli
-          kewajiban penjual
-          upaya terhadap pelanggaran perjanjian
-          beralihnya risiko
-          penundaan pelaksanaan dan pelanggaran yang terduga
-          pengecualian dari pertanggungjawaban untuk membayar kerugian
-          pemeliharaan barang-barang
d.      Bagian Keempat, mengatur ketentuan-ketentuan penutup
Konvensi ini hanya diberlakukan untuk perjanjian perdagangan barang. Untuk perdagangan jasa tidak berlaku ketentuan konvensi ini. Akan tetapi tidak semua perdagangan barang dapat diberlakukan ketentuan konvensi ini. Dalam hal ini ada beberapa jual beli barang yang dikecualikan dalam konvensi ini, yaitu karena:
a.       tujuan jual beli, jual beli barang untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga
b.      sifat jual beli, jual beli dengan cara lelang, eksekusi atau cara lain berdasarkan hukum
c.       sifat barang, jual beli efek, saham, jaminan investasi, surat berharga, uang, kapal, alat pelayaran, pesawat hover, pesawat terbang atau listrik.
Disamping itu,. Konvensi ini secara khusus tidak mengatur tentang :
a.       keabsahan perjanjian
b.      akibat yang dapat ditimbulkan oleh perjanjian atas kepemilikan terhadap barang-barang yang dijual
c.       pertanggungjawaban penjual atas kematian atau kecelakaan diri yang disebabkan oleh barang-barang itu terhadap siapapun.
Dalam konvensi ini berlaku juga asas-asas perjanjian sebagaimana halnya yang berlaku dalam hukum perjanjian kita. Asas-asas tersebut antara lain adalah :
a.       Asas konsensual
b.      Asas kebebasan berkontrak
c.       Asas itikad baik
d.      Asas pacta sunt servanda

2.      Incoterm (International Commercial Term)
Incoterm yang saat ini berlaku adalah Incoterm 2000 yang disahkan oleh ICC (International Chamber of Commerce) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2000. Incoterm ini merupakan aturan resmi ICC sebagai interpretasi dari syarat-syarat perdagangan, memudahkan dalam transaksi perdagangan internasional. Penggunaan Incoterm 2000 dalam kontrak dagang akan memberikan batasan-batasan bagi pihak-pihak tentang kewajiban-kewajiban dan mengurangi risiko komplikasi hukum. Melihat hal di atas tujuan Incoterm ini adalah untuk menyediakan seperangkat peraturan internasional sebagai interpretasi sebagian besar syarat perdagangan yang lazim dipakai dalam perdagangan luar negeri. Dengan demikian ketidakpastian dari berbagai pengertian mengenai syarat perdagangan itu yang terdapat di berbagai Negara dapat dihindari atau stidak-tidaknya dapat ditekan hingga batas yang wajar.
Ruang lingkup Incoterm dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam kontrak penjualan mengenai pengiriman dari barang-barang yang dijual (yang berwujug/tangibles, tidak termasuk yang tidak berwujud/intangibles, seperti software computer). Yang perlu digarisbawahi adalah Incoterm ini hanya berkaitan dengan denghan hubungan antara penjual dan pembeli di bawah kontrak penjualan, dan lebih jauh, hanya “do so in some very distinct respects”.
Walaupun Incoterm sangat penting bagi ekportir dan importer untuk mempertimbangkan hubungan yang praktis antara beragam kontrak yang diperlukan untuk menyelenggarakan transaksi penjualan internasional,  di mana tidak hanya kontrak penjualan yang diperlukan, tetapi juga kontrak pengangkutan, asuransi. Pembiayaan Incoterm hanya berkaitan dengan salah satu dari kontrak-kontrak tersebut, yaitu kontrak penjualan. Meskipun demikian, persetujuan pihak-pihak untuk menggunakan Incoterm juga akan memiliki implikasi-implikasi bagi kontrak-kontrak lainnya. Secara umum, Incoterm tidak berkaitan dengan konsekuensi-konsekuensi dari pelanggaran kontrak dan pengecualian-pengecualian dari kewajiban yang belum terbayar pada berbagai kesukaran.
Ketentuan-ketentuan yang ada dalam Incoterm ini dikelompokkan dalam empat kategori dasar yangt berbeda, yaitu:
a.       Kelompok syarat E, dimana penjual diwajibkan untuk menyediakan barang untuk pembeli di tempat kediaman penjual sendiri. Dalam kelompok syarat E hanya ada satu syarat yaitu Ex Works.
b.      Kelompok syarat F, dimana penjual diwajibkan untuk untuk menyerahkan barang kepada pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli. Dalam kelompok syarat F ini ada tiga macam syarat, yaitu:
-          FCA (Free Carrier …..(nama tempat)…..)
-          FAS (Free Alongside Ship …..(nama pelabuhan pengapalan)…..)
-          FOB (Free On Board …..( nama pelabuhan pengapalan)…..)
c.       Kelompok syarat C, dimana penjual diwajibkan untuk melakukan kontrak pengangkutan, namun tanpa risiko atas kehilangan atau kerusakan barang serta biaya tambahan karena peristiwa yang mungkin terjadi setelah pengapalan dan selama dalam perjalanan. Dalam kelompok syarat C ini terdiri dari empat macam syarat, yaitu:
-          CFR (Cost and Freight .....(nama pelabuhan tujuan).....)
-          CIF (Cist, Insurance and Freight …..(nama pelabuhan tujuan)…..)
-          CPT (Carriage Paid To …..(nama tempat tujuan)…..)
-          CIP (Carriage and Insurance Paid To …..(nama tempat tujuan)…..)
d.      Kelompok syarat D, dimana penjual diwajibkan mem,ikul semua risiko dan biaya yang dibutuhkan untuk membawa barang tersebut ke negara tujuan. Dalam kelompok syarat D ini terdapat lima macam syarat, yaitu:
-          DAF (Delivered at Frontier …..(nama tempat)…..)
-          DES (Delevered Ex Ship …..(nama pelabuhan tujuan)…..)
-          DEQ (Delivered Ex Quay …..(nama pelabuhan tujuan)…..)
-          DDU (Delivered Duty Unpaid …..(nama pelabuhan tujuan)…..)
-          DDP (Delivered Duty Paid …..(nama pelabuhan tujuan)…..)

3.      Proses Kontrak Dagang Sampai Dengan Pengiriman
a.       Kontrak dagang antara eksportir dengan importer disepakati;
b.      Importir menghubungi Issuing/Opening Bank untuk membuka Letter of Credit (L/C) bagi kepentingan eksportir;
c.       Issuing/Opening Bank menghubungi bank koresponden (Advising Bank) dan memerintahkan untuk memberitahu eksportir bahwa L/Cnya sudah dibuka;
d.      Eksportir segera mempersiapkan pengiriman barang dan dokumen;
e.       Untuk keperluan tersebut di atas, eksportir dapat menggunakan jasa freight forwarder  ;
f.       Freight forwarder   akan menerbitkan Bill of Lading (B/L) yang disebut House B/L dan diserahkan kepada eksportir setelah menerima barang;
g.      House B/L beserta dokumen-dokumen ekspor lain sebagaimana yang telah disyaratkan dalam L/C akan dikirimkan kepada importir melalui Advising Bank;
h.      Freight forwarder   juga akan menerima B/L dari pihak pengangkut pada saat barang sudah masuk ke dalam kapal, yang disebut Master/Ocean B/L;
i.        Master/Ocean B/L ini akan dikirimkan oleh freight forwarder   kepada freight forwarder   koresponden di negara importer;
j.        Dengan Master/Ocean B/L tersebut, freight forwarder   koresponden akan mengambil barang dari tangan pengangkut;
k.      Importir dengan berbekal House B/L akan mengambil barang dari tangan freight forwarder   koresponden.

4.      Kedudukan Freight Forwarder
a.       sebagai perantara
b.      sebagai pemegang kuasa
c.       sebagai pengangkut

II.          HUKUM SURAT BERHARGA
1.      Pengertian
Surat berharga adalah surat yang sengaja diterbitkan oleh penerbitnya untuk pelaksanaan pemenuhan prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang tertentu. Merujuk pada kata prestasi di atas, maka dapat diketahui bahwa surat berharga tersebut terbit karena ada perjanjian/perikatan yang dibuat sebelumnya. Dari perjanjian/perikatan tersebut, pihak penerbit mempunyai prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang kepada pihak lain. Dalam hal ini penerbit dalam melaksanakan prestasinya tidak menggunakan uang tunai, melainkan menerbitkan surat berharga sebagai pengganti uang. Perjanjian/perikatan yang mendasari terbitnya surat berharga itu disebut perikatan dasar. Melihat pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa surat berharga merupakan alat pembayaran sebagaimana halnya dengan uang atau sebagai pengganti uang. Sebagai alat pembayaran, merupakan fungsi yang pertama dari surat berharga.
Fungsi yang kedua adalah surat berharga sebagai alat untuk memindahkan hak tagih. Ini artinyanya surat berharga dapat diperjualbelikan, dialihkan ataupun dipindahtangankan. Cara memindahtangankan atau mengalihkan surat berharga tergantung klausula yang ada di dalamnya. Sebagaimana telah diketahui, bahwa surat berharga termasuk sebagai benda bergerak yang tidak berwujud. Sebagai benda bergerak yang tidak berwujud, surat berharga juga mengandung salah satu klausula dari tiga klausula yang ada, yaitu klausula  (atas tunjuk), klausula aan order (atas pengganti) dan klausula op naam (atas nama). Apabila berklausula  maka peralihannya dengan cara peralihan langsung, dari tangan ke tangan atau peralihan nyata. Apabila berklausula aan order, maka peralihannya dengan cara endosemen. Dan cara peralihan cessie digunakan apabila surat tersebut berklausula atas nama.
Yang dimaksud dengan cara peralihan endosemen adalah peralihan sureat yang dilakukan dengan menuliskan disebalik surat tersebut dengan kalimat sederhana yang menyatakan peralihan, misalnya “Untuk saya kepada ……….. atau penggantinya”, yang kemudian ditandatangani oleh yang mengalihkan dan dilanjutkan penyerahan surat itu. Dalam hal ini ada empat macam endosemen, yaitu:
a.       endosemen biasa;
b.      endosemen blanko;
c.       endosemen jaminan;
d.      endosemen incasso.
Sedangkan yang dimaksud dengan cara peralihan cessie adalah peralihan surat yang dilakukan dengan cara membuat akta, baik akta di bawah tangan maupun akta otentik. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihak yang berkepentingan. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu, dalam hal ini adalah notaris.
Fungsi yang ketiga dari surat berharga adalah sebagai surat bukti adanya hak tagih (surat legitimasi), dalam hal ini surat berharga sebagai surat legitimasi formil. Yang dimaksud dengan surat legitimasi formil adalah surat berharga merupakan surat bukti diri bahwa pemegangnya  sebagai orang yang berhak atas tagihan yang ada dalam surat tersebut. Dalam hal pembuktiannya tidak diperlukan adanya keyakinan dari pihak yang diperintah untuk membayar.
Sebagai surat legitimasi formil, maka pembuktiannyapun juga secara formil. Dalam hal menentukan siapa yang dianggap sebagai pemegang yang sah, tergantung pada klausula yang ada di dalamnya. Untuk surat yang berklausula aan toonder, yang dianggap sebagai pemegang yang sah adalah orang yang dapat menunjukkan surat itu secara fisik. Untuk surat yang berklausula aan order, orang yang dapat menunjukkan surat itu secara fisik beserta urut-urutan endosemen yang tidak terputus, dialah yang dianggap sebagai pemegang yang sah. Sedangkan untuk surat yang berklausula op naam, yang dianggap sebagai pemegang yang sah adalah orang yang dapat menunjukkan surat itu secara fisik beserta akta cessienya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa surat berharga pasti mengandung salah satu dari tiga klausula yang ada. Akan tetapi tidak setiap surat yang mengandung salah satu klausula tersebut merupakan surat berharga. Dalam hal ini, ada surat yang mengandung salah satu dari klausula yang ada tapi bukan surat berharga, melainkan surat yang mempunyai harga. Yang termasuk sebagai surat yang mempunyai harga misalnya antara lain saham, obligasi, sertifikat deposito, deposito berjangka, bill of lading dan sebagainya.

2.      Surat Wesel
Yang dimaksud dengan surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana pihak penerbit memerintahkan tanpa syrata kepada pihak tersangkut untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu. Pengertian ini diambilkan dari ketentuan Pasal 100 KUHD, yang mana pasal tersebut sebenarnya mengatur tentang syarat-syarat formil dari surat wesel. Syarat-syarat formil surat wesel iutu sendir, menurut ketentuan Pasal 100 KUHD adalah:
a.       Istilah wesel harus dimuat dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis;
b.      Perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c.       Nama tersangkut;
d.      Penetapan hari bayar (jatuh tempo/hari gugur);
e.       Penetapan tempat pembayaran;
f.       Nama pemegang atau penggantinya;
g.      Tanggal dan tempat penerbitan;
h.      Tanda tangan penerbit.
Kedelapan syarat tersebut di atas harus dimuat dalam surat wesel dengan konsekuensi apabila ada hal yang tidak dimuat, surat wesel tersebut tidak sah sebagai surat wesel. Akan tetapi apabila mendasarkan pada ketentuan pasal 101 KUHD ada beberapa hal yang dapat tidak dimuat dalam surat wesel dan surat wesel tersebut tetap sah, yaitu:
a.       penetapan hari bayar, dengan konsekuensi surat wesel tersebut dibayarkan pada saat diperlihatkan (zicht wissel);
b.      penetapan tempat pembayaran, dengan konsekuensi nama tempat yang tertulis di samping nama tersangkut dianggap sebagai tempat pembayaran;
c.       tempat penerbitan, dengan konsekuensi nama tempat yang tertulis di samping nama penerbit dianggap sebagai tempat penerbitan.
Surat wesel dikatakan sebagai alat pembayaran kredit karena pemegang harus menunggu sampai hari gugur untuk dapat pembayaran dari pihak tersangkut. Untuk itu, sambil menunggu hari gugur, pemegang dapat meminta akseptasi dari pihak tersangkut. Yang dimaksud dengan akseptasi ini adalah meminta pernyataan menerima atau pernyataan kesanggupan dari pihak tersangkut untuk melakukan pembayaran pada hari gugur. Apabila tersangkut memberikan akseptasinya, maka kedudukan tersangkut akan berubah, yang semula sebagai orang yang diperintah melakukan pembayaran oleh pihak penerbit menjadi orang yang sanggup melakukan pembayaran, yang disebut dengan akseptan.
Dalam hal adanya permintaan akseptasi ini, tersangkut dapat juga menolaknya. Apabila terjadi penolakan akseptasi dari pihak tersangkut, maka ada upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak pemegang, yaitu melakukan regres, yang dalam hal ini dikatakan sebagai regres non akseptasi. Sebelum melakukan regres pemegang harus membuat surat protes terlebih dahulu, dimana surat protes ini harus berupa akta otentik. Regres yang dilakukan oleh pihak pemegang ditujukan kepada debitur wajib regres, yaitu orang yang tanda tangannya ada dalam surat wesel. 
Disamping melakukan regres, pemegang dapat tidak melakukan regres, artinya apabila tersangkut menolak melakukan akseptasi pemegang menunggu sampai hari gugur. Dan pada saat hari gugur, pemegang meminta pembayaran kepada tersangkut. Apabila tersangkut menolak melakukan pembayaran, pemegang baru melakukan regres, yang didahului dengan membuat surat protes, yang dalam hal ini regres non akseptasi dan non pembayaran. Jadi dengan demikian pemegang hanya sekali membuat surat protes dan sekali melakukan regres, karena non akseptasi dan non pembayaran regres dan protesnya dijadikan satu.
Surat wesel, menurut hari hari bayarnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
a.       zicht wissel, yaitu surat wesel yang pembayarannya dilakukan pada saat diperlihatkan;
b.      nazicht wissel, yaitu surat wesel yang pembayarannya dilakukan waktu tertentu setelah diperlihatkan;
c.       dag wissel, yaitu surat wesel yang pembayarannya dilakukan pada tanggal yang telah ditentukan;
d.      dato wissel, yaitu surat wesel yang pembayarannya dilakukan pada waktu tertentu setelah penanggalan.
Disamping itu, ada 5 (lima) macam bentuk surat wesel khusus yang diatur oleh undang-undang, yaitu:
a.       surat wesel atas pengganti penerbit, yaitu surat wesel, dimana penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, atau dengan kata lain penerbit memerintahkan kepada tersangkut untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada diri penerbit. Surat wesel jenis ini kekhususannya terletak pada kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.
b.      surat wesel atas penerbit sendiri, yaitu surat wesel dimana penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pihak pemegang. Jadi kekhususan surat wesel ini adalah kedudukan penerbit sama dengan kedudukan tersangkut.
c.       surat wesel untuk perhitungan orang ketiga, yaitu surat wesel dimana penerbit memerintahkan kepada tersangkut untuk melakukan pembayaran kepada pihak pemegang dengan menggunakan dana pihak ketiga. Hal ini bisa terjadi antara lain karena pihak ketiga memerintahkan kepada pihak penerbit untuk menerbitkan surat wesel atas namanya guna melakukan pembayaran kepada pihak pemegang.
d.      surat wesel incasso, yaitu surat wesel dimana pihak pemegang bukan orang yang berhak atas kepemilikan uang yang tercantum dalam surat wesel tersebut. Dia hanyalah orang yang diberi kuasa oleh pihak penerbit untuk meminta pembayaran sejumlah uang kepada pihak tersangkut. Sebagai pemegang kuasa, pemegang akan bertindak untuk kepentingan dan atas nama pemberi kuasa, dalam hal ini penerbit.
e.       surat wesel berdomisili, yaitu surat wesel yang pembayarannya dilakukan di tempat pihak ketiga. Yang dimaksud dengan ditempat pihak ketiga adalah bukanlah tempat pembayaran surat wesel, melainkan orang ketiga yang melakukan pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh pihak tersangkut. Jadi letak kekhususannya surat wesel ini adalah bukan pada tempatnya, melainkan pada subyek yang melakukan pembayaran. Penunjukkan pihak ketiga yang melakukan pembayaran ini dilakukan oleh tersangkut pada saat melakukan akseptasi.
Dengan mendasarkan pada pengertian surat wesel di atas, maka dapat diketahui bahwa surat wesel merupakan surat yang berklausula aan order, sehingga peralihannya harus dilakukan dengan menggunakan cara endosemen. Bahkan dalam hukum wesel dikenal adanya asas yang disebut praesumption order papier, artinya surat wesel selalu dianggap berklausula aan order. Jika dalam surat wesel dimuat klausula selain aan order maka klausula tersebut diaanggap tidak ada atau tidak berlaku. Surat wesel tersebut tetap dianggap berklausula aan order, sehingga tetap diperalihkan dengan cara endosemen.
Berbeda halnya dengan surat wesel yang berklausula tidak atas pengganti. Klausula semacam ini diperkenankan dalam surat wesel, dengan tujuan untuk mengamankan peredaran surat wesel. Penerbit surat wesel khawatir surat wesel yang telah diterbitkannya jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, surat wesel yang diterbitkannya tidak diberi klausula aan order melainkan klausula tidak atas pengganti. Surat yang demikian ini disebut dengan surat rekta, yang akibat hukumnya surat ini tidak dapat dialihkan dengan cara endosemen tetapi dengan cara cessie.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan surat wesel, yaitu:
a.       penerbit;
b.      pemegang;
c.       endosan;
d.      pengganti;
e.       tersangkut;
f.       akseptan.

3.      Surat Sanggup
Yang dimaksud dengan surat sanggup adalah surat yang memuat kata surat sanggup atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu dengan mana penanda tangan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu. Sebagaimana surat wesel, pengertian tersebut di atas diambilkan dari Pasal 174 KUHD yang mengantur tentang syarat-syarat formil surat sanggup. Syarat-syarat formil tersebut adalah:
a.       Baik klausula order maupun penyebutan surat sanggup atau promes atas pengganti, harus dimuat dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.
b.      kesanggupan tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
c.       penetapan hari bayar.
d.      penetapan tempat pembayaran.
e.       nama pemegang atau penggantinya.
f.       tanggal dan tempat surat sanggup ditandatangani.
g.      tanda tangan yang mengeluarkan surat sanggup.
Ketujuh syarat formil tersebut di atas harus dimuat dalam surat sanggup dengan konsekuensi apabila ada hal yang tidak dimuat, surat tersebut tidak sah sebagai surat sanggup. Akan tetapi apabila mendasarkan pada ketentuan pasal 175 KUHD ada beberapa hal yang dapat tidak dimuat dalam surat sanggup dan surat sanggup tersebut tetap sah, yaitu:
a.       penetapan hari bayar, dengan konsekuensi dibayarkan pada saat diperlihatkan;
b.      penetapan tempat pembayaran, dengan konsekuensi nama tempat yang tertulis di samping nama tersangkut dianggap sebagai tempat pembayaran;
c.       tempat penerbitan, dengan konsekuensi nama tempat yang tertulis di samping nama penerbit dianggap sebagai tempat penerbitan.
Menurut ketentuan pasal 176 KUHD,  pengaturannya surat sanggup merujuk pada ketentuan surat wesel. Dari sekian banyak pasal yang mengatur tentang surat wesel, hampir semuanya ditunjuk oleh Pasal 176 KUHD tersebut untuk diberlakukan pada surat sanggup. Hanya ada beberapa pasal yang tidak dapat diberlakukan, hal itu karena adanya perbedaan sifat antara surat wesel dengan surat sanggup. Perbedaan sifat tersebut adalah bahwa surat wesel merupakan surat perintah untuk melakukan pembayaran, sedangkan surat sanggup adalah surat pernyataan sanggup untuk membayar. Ketentuan-ketentuan surat wesel yang tidak dapat diberlakukan pada surat sanggup tersebut antara lain terutama yang berkaitan dengan penerbit, dan akseptasi.
Seperti halnya surat wesel, dalam surat sanggup pun mengenal pembedaan berdasarkan hari bayarnya, yaitu pada saat diperlihatkan, pada waktu tertentu setelah diperlihatkan, pada tanggal tertentu, dan pada waktu tertentu setelah penanggalan. Dalam hal surat sanggup tersebut dibayarkan pada waktu tertentu setelah penglihatan, maka terhadap surat sanggup tersebut harus diperlihatkan terlebih dahulu kepada penandatangan surat sanggup sebelum dimintakan pembayaran. Memperlihatkan surat sanggup kepada penanda tangan tersebut disebut visum (bukan akseptasi). Pada saat visum itulah penanda tangan akan membubuhi kata “dilihat” pada surat sanggup. Apabila penanda tangan menolak melakukan visum, maka pemegang harus membuat surat protes yang disebut protes non visa.
Sifat-sifat surat sanggup:
a.       Surat sanggup sebagai surat yang berklausula aan order
b.      Surat sanggup sebagai bukti pinjaman uang
c.       Surat sanggup sebagai alat bayar.

4.      Surat Cek
Surat cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada pihak tersangkut (bankir)  untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atu pembawa, di tempat tertentu. Pengertian ini mendasarkan pada Pasal 178 KUHD yang mengatur tentang syarat-syarat formil surat cek. Syarat-syarat formil surat cek itu sendiri adalah:
a.       istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.
b.      perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
c.       nama tersangkut (bankir).
d.      penetapan tempat pembayaran.
e.       tanggal dan tempat penerbitan.
f.       tanda tangan penerbit.
Keenam syarat tersebut di atas harus dimuat dalam surat cek dengan konsekuensi apabila ada hal yang tidak dimuat, maka surat tersebut tidak sah sebagai surat cek. Akan tetapi apabila mendasarkan pada ketentuan pasal 179 KUHD ada beberapa hal yang dapat tidak dimuat dalam surat cek dan surat cek tersebut tetap sah, yaitu:
a.       penetapan tempat pembayaran, dengan konsekuensi nama tempat yang tertulis di samping nama tersangkut (bankir) dianggap sebagai tempat pembayaran. Jika di samping nama tersangkut itu terdapat lebih dari satu tempat yang disebutkan, surat cek tersebut harus dibayar di tempat yang disebutkan pertama;
b.      salam hal point a di atas tidak terpenuhi semua, maka surat cek dibayar di kantor pusat tersangkut (bankir);
c.       tempat penerbitan, dengan konsekuensi nama tempat yang tertulis di samping nama penerbit dianggap sebagai tempat penerbitan.
Dalam syarat formil surat cek tidak disebutkan tanggal pembayaran atau jatuh tempo, hal itu memang dimaksudkan bahwa surat cek dibayarkan pada saat diperlihatkan. Oleh karena itulah surat cek disebut sebagai alat pembayaran kontan. Hal ini berbeda dengan surat wesel yang merupakan alat pembayaran kredit. Berkaitan dengan itu pula, surat cek tidak mengenal lembaga akseptasi.
Karena surat cek merupakan lembaga pembayaran kontan, maka waktu peredaran surat cek tersebut lebih pendek dari pada surat wesel. Surat cek harus sudah dimintakan pembayaran kepada pihak tersangkut sebelum tujuh puluh hari setelah penerbitan. Hal ini berkaitan dengan kewajiban dari pihak penerbit, dimana pihak penerbit mempunyai kewajiban untuk menyediakan dana di tempat tersangkut sejak penerbit menerbitkan surat cek hingga tujuh puluh hari kemudianm, sehingga jika sewaktu-waktu pemegang minta pembayaran, tersangkut dapat membayarnya dan tersangkut tidak dapat menolak melakukan pembayaran. Tetapi apabila dana tidak ada ataupun tidak mencukupi, maka tersangkut akan menolak melakukan pembayaran dan keadaan tersebut dikatakan cek kosong,
Penerbit yang telah menerbitkan cek tetapi tidak disertai dengan penyediaan dana yang cukup di tempat tersangkut itulah yang dikatakan cek kosong. Terhadap penerbit yang demikian ini, pemegang dapat melakukan upaya hukum, yaitu:
a.       menawarkan kembali surat cek tersebut kepada tersangkut di hari berikutnya;
b.      regres, yaitu upaya hukum yang diberikan oleh hukum surat berharga (hukum cek);
c.       gugatan perdata, dengan alasan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum;
d.      tuntutan pidana;
Disamping itu terhadap penerbit surat cek kosong ini juga terancam sanksi administrasi dari pihak bank, yaitu dimasukkannya penerbit dalam daftar hitam (black list) bank yang bersangkutan, yang kemudian oleh bank daftar tersebut akan dilaporkan kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia pun nantinya akan menyebarkan daftar tersebut ke seluruh bank yang ada di Indonesia.
Karena konsekuensi yang harus ditanggung oleh pihak penerbit sangatlah berat apabila terkena kasus cek kosong, maka apabila pada saat menerbitkan surat cek dananya tidak mencukupi dan baru akan mencukupi beberapa watu kemudian, maka untuk menghindari terjadinya kasus cek kosong penerbit dapat menerbitkan surat cek bertanggal mundur. Penerbit dapat menanggali surat cek tersebut menyesuaian dengan kondisi keuangan penerbit. Dengan menerbitkan 
Setelah jangka waktu tujuh puluh hari sejak penerbitan surat cek, pemegang masih dapat menawarkan surat ceknya kepada pihak tersangkut untuk meminta pembayaran. Dalam hal ini, tersangkutpun masih dapat membayar surat cek tersebut asalkan dananya tersedia. Tetapi apabila dananya tidak tersedia ataupun tidak mencukupi untuk membayar surat cek tersebut yang akibatnya tersangkut menolak melakukan pembayaran, penerbit sudah tidak dapat dipersalahkan, karena kewajiban penerbit hanya menyediakan dana selama tujuh puluh hari sejak penerbitan. Sampai kapan tersangkut dapat melakukan pembayaran? Dalam hal ini, tersangkut masih terus dapat melakukan pembayaran selama dana mencukupi sampai surat cek tersebut kedaluarsa. Surat cek dikatakan kedaluarsa jika telah melewati jangka waktu enam bulan setelah jangka waktu tujuh puluh hari. Setelah memasuki masa kedaluarsa tersebut, tersangkut wajib menolak untuk melakukan pembayaran. Hal ini untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pihak penerbit. Penerbit tidak mungkin dibebani kewajiban yang tanpa batas waktu.
Demikian juga sebaliknya, untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemegang surat cek yang sudah diterbitkan tidak dapat dibatalkan ataupun ditarik kembali oleh pihak penerbit sampai batas waktu tujuh puluh hari masa peredaran surat cek tersebut lewat. Apbila belum melewati batas waktu tujuh puluh hari penerbit membatalkan atau menarik kembali surat cek, maka pembatalan atau penarikan kembali tersebut harus diabaikan. Pembatalan atau penarikan kembali tersebut baru akan diperhatikan/diberlakukan setelah lewat tujuh puluh hari sejak penerbitan.
Perbedaan lain dengan surat wesel, surat cek pada dasarnya berklausula aan toonder, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi surat cek untuk berklausula aan order. Surat cek akan berklausula aan toonder apabila nama pemegangnya tidak dicantumkan dalam surat cek, sehingga peralihannya cukup dengan cara dari tangan ke tangan/peralihan langsung/peralihan nyata.  Apabila nama pemegangnya dituliskan dalam surat cek, maka surat cek itu akan berklausula aan order, sehingga peralihannya dengan cara endosemen.
Seperti halnya surat wesel, surat cekpun mengenal bentuk-bentuk khusus, yaitu:
a.       surat cek atas pengganti penerbit;
b.      surat cek atas penerbit sendiri;
c.       surat cek untuk perhitungan pihak ketiga;
d.      surat cek incasso;
e.       surat cek berdomisili;
Surat cek merupakan surat yang berklausula atas tunjuk dan dibayarkan pada saat diperlihatkan. Hal ini mengakibatkan surat cek sangat rawan, karena siapapun yang menguasai surat cek tersebut akan dapat meminta pembayaran kepada pihak tersangkut. Oleh karena itu, penerbit dapat melakukan upaya-upaya untuk mengamankan peredaran surat cek tersebut, untuk menghindari pencairan surat cek oleh pihak yangtidak berhak. Upaya tersebut adalah:
a.       Surat cek bergaris miring (bersilang/crossed cheque)
Yang dimaksud dengan surat cek bergaris miring (bersilang/ crossed cheque) adalah surat cek yang oleh penerbitnya diberi tanda dua garis miring sejajar dari kanan atas ke kiri bawah. Apabila penerbit sudah memberi dua garis miring sejajar, maka hal tersebut sudah tidak dapat dicoret atau dibatalkan. Dalam hal ini ada dua jenis surat cek bergaris miring, yaitu surat cek bergaris miring umum dan surat cek bergaris miring khusus.
Surat cek bergaris miring umum adalah surat cek dimana diantara dua garis miring tersebut tidak dimuat suatu petunjuk atau perkataan bankir atau lain sebagainya. Akibatnya hukumnya dari surat cek bergaris miring umum tersebut, pihak tersangkut hanya dapat membayar surat cek tersebut kepada seorang bankir atau seorang nasabahnya. Seorang bankir tidak boleh menerima surat cek bergaris miring selain dari salah seorang nasanahnya atau dari bankir lain. Dengan demikian surat cek bergaris miring tidak dimungkinkan jatuh ke tangan orang yang tidak berhak.
Sedang yang dimaksud dengan surat cek bergaris miring khusus adalah surat cek dimana diantara dua garis miring tersebut terdapat nama bankir. Nama bankir yang terdapat diantara dua garis miring tersebut tidak dapat dicoret atau dibatalkan. Akibat hukum dari surat cek bergaris miring khusus ini adalah tersangkut hanya dapat membayar surat cek tersebut kepada seorang bankir yang tercantum diantara dua garis miring tersebut. Atau apabila bankir yang disebutkan adalah tersangkut sendiri dan pemegang cek adalah nasabahnya, maka tersangkut membayar kepada nasabahnya itu. Selain itu bankir yang ditunjuk diperbolehkan menyerahkan surat cek itu kepada bankir lain untuk ditagih.
b.      Surat cek perhitungan
Yang dimaksud dengan surat cek perhitungan adalah  surat cek yang dibagian mukanya diberi tulisan dalam bentuk miring dari kanan atas ke kiri bawah yang bnerbunyi untuk diperhitungkan, atau kalimat lain yang sama maksudnya. Maksud dari surat perhitungan ini adalah terhadap surat cek tersebut hanya dapat dilakukan pemindahbukuan oleh pihak tersangkut, dari rekening penerbit kepada rekening pemegang. Jadi terhadap surat cek perhitungan ini tidak dapat dilakukan pembayaran secara tunai, fungsinya sama dengan bilyet giro. Sehingga dengan demikian, baik penerbit maupun pemegang harus memiliki rekening giro, tidak dapat rekening yang lain. 






No comments:

Post a Comment